Sunday, July 08, 2007

DISKUSI TANPA PERDEBATAN

Jauhilah perdebatan, karena akan menjadi bencana. Adapun berdiskusi dalam kebenaran adalah kenikmatan. Sebab akan bisa menampakkan mana yang benar dan mana yang bathil, mana yang kuat dan tidak. Diskusi ini didasari atas saling menasehati, kasih sayang dan keinginan menyebarkan ilmu. Adapun perdebatan hanyalah ingin menang, riya', mencari kesalahan, sombong, yang penting menang, permusuhan dan membodohi orang yang memang bodoh. Maka jauhilah perdebatan ini, juga jauhilah orang yang suka debat, niscaya engkau akan selamat dari dosa dan perbuatan haram.

Diskusi bisa menyebabkan seseorang faham dan mampu untuk berdebat. Sedangkan berdebat dalam mencari kebenaran diperintahkan oleh Allah, sebagaimana firman-Nya (yang artinya):

"Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik..." (QS. an-Nahl 16:125)

Apabila seseorang terbiasa dengan diskusi dan perdebatan, maka dia akan memperoleh banyak kebaikan, karena betapa banyak orang yang berdebat dengan ahli bathil lalu kalah karena dia tidak mampu untuk berdebat. Perdebatan itu ada dua macam:

Pertama, perdebatan untuk membodohi orang bodoh dan menantang orang pintar agar bisa mengalahkannya, perdebatan ini tercela.

Kedua, perdebatan untuk mencari kebenaran meskipun kebenaran itu ada pada lawan debatnya. Perdebatan yang ini diperintahkan. Ciri-ciri dari perdebatan ini adalah apabila sudah sampai pada sebuah kebenaran, maka dia menerimanya dan kembali kepada kebenaran tersebut. Adapun kalau perdebatan itu hanya untuk membela diri, maka meskipun sudah nampak kebenaran baginya dia akan kembali mempertanyakan dengan mengatakan: "Seandainya ada yang mengatakan demikian bagaimana?" Dan apabila sudah dijawab, maka dia pun berkata lagi: "Seandainya ada lagi yang berkata demikian, maka bagaimana jawabannya?" Dan demikian terus tidak selesai-selesai. Orang semacam ini berbahaya karena hatinya tidak mau menerima kebenaran, baik saat berdebat dengan orang lain maupun saat merenung sendiri. Mungkin ada syaithan yang menanyakan pertanyaan-pertanyaan di atas. Sebagaimana firman Allah Ta'ala (yang artinya):

"Dan (begitu pula) Kami memalingkan hati dan penglihatan mereka seperti mereka belum pernah beriman kepadanya (Al Qur'an) pada permulaannya, dan Kami biarkan mereka bergelimang dalam kesesatannya yang sangat." (QS. al-An'aam 6:110)

Juga firman-Nya (yang artinya):

"...Jika mereka berpaling (dari hukum yang telah diturunkan Allah), maka ketahuilah bahwa sesungguhnya Allah menghendaki akan menimpakan musibah kepada mereka disebabkan sebahagian dosa-dosa mereka...." (QS. al-Maa-idah 5:49)

Saudaraku... hendaknya engkau mencari kebenaran baik saat berdebat dengan orang lain ataupun saat merenung sendirian, kalau kebenaran itu sudah nampak maka segeralah mengatakan saya dengar dan saya akan menaatinya. Oleh karena itu para Sahabat menerima hukum Rasulullah Shallallahu 'alayhi wa Sallam tanpa membantah sedikitpun, juga mereka tidaklah mengatakan bagaimana pendapatmu tentang hal ini dan itu. Ada seseorang yang berdebat dengan 'Abdullah bin 'Umar radhiyallahu 'anhuma lalu dia berkata bagaimana pendapatmu? Maka beliau menjawab: "Jadikanlah ucapanmu (bagaimana pendapatmu) di negeri Yaman." Karena orang tersebut memang berasal dari Yaman.

Tatkala orang-orang Irak bertanya kepada beliau tentang darah nyamuk, apakah boleh membunuh nyamuk ataukah tidak, maka beliau menjawab: "Subhaanallah orang-orang Irak ini membunuh cucu Rasulullah, lalu mereka datang untuk bertanya tentang darah nyamuk?" Tidak diragukan lagi bahwa orang semacam ini hanyalah ingin berdebat saja.

[Syarh Hilyah Thaalibil 'Ilmi karya asy-Syaikh Muhammad bin Shalih al-'Utsaimin rahimahullah (Syarah Adab & Manfaat Menuntut Ilmu, Pustaka Imam asy-Syafi'i, 2005; hlm. 217-219]

No comments: