Saat ini saya studi di kota Dhahran, Arab Saudi. Awalnya saya mengira bahwa nama kota ini dalam tulisan Arab adalah ضهران namun ketika tiba di sini ternyata tulisannya adalah الظهران. Dalam gaya transliterasi yang umum digunakan di Indonesia tulisan itu akan dituliskan menjadi az-Zhahran namun karena transliterasi di sini lebih mengikuti ke pelafalan Bahasa Inggris maka jadilah Dhahran. Entah kenapa Alif Lam di awal tidak disertakan padahal untuk beberapa kota lain menyertakannya seperti Al Khobar (الخبر). Ta' marbuthah di akhir juga sering dihilangkan misalnya Hamza (حمزة) bukan Hamzah.
Perbedaan ini menimbulkan kebingungan dalam pelafalan. Banyak teman-teman orang Indonesia yang melafalkannya dengan Dahran. Ketika menulis saya juga harus membiasakan menulis "Insha Allah" ketimbang "Insya Allah".
Transliterasi memang tidak mudah karena tidak baku. Saya rasa salah satu alasan utamanya adalah perbedaan pelafalan yang digunakan berbagai bahasa. Bahasa Arab yang baku terkenal dengan "Dhad" (ض)-nya namun tidak memiliki bunyi "v" dan "c". Orang Indonesia punya "f" dan "v" namun kesulitan membedakannya. Orang-orang India dan Pakistan kesulitan membedakan bunyi "v" dan "w".
Selain pengungkapan suara kita juga memiliki perbedaan alfabet. Tempo dulu banyak dari bangsa kita yang menggunakan tulisan Arab walaupun untuk Bahasa Melayu atau selainnya. Mungkin pengaruh kolonialisme menjadikan tulisan Latin menjadi yang kita gunakan sehari-hari. Namun kompatibilitas huruf tidak menjamin kompatibilitas bunyi. Banyak teman-teman dari India dan Pakistan kesulitan membedakan bunyi Dhad (ض) dan Zha (ظ) sehingga nama Ridha (رضا) mungkin akan dilafalkan Riza.
Selain itu juga kurangnya standarisasi dalam transliterasi. Saya menjumpai beberapa keanehan misalnya kota al-Qashim (القصيم) dituliskan al-Gassim atau nama keluarga al-Qahthani (القحطان) dituliskan al-Gahtani. Juga saya baru tahu bahwa Sharjah, salah satu emirat di Uni Emirat Arab, kalau dari teks Arabnya (الشارقة) ditransliterasi dengan "gaya Indonesia" harusnya jadi asy-Syariqah. Nama saya juga sering disalahtuliskan menjadi Ahmed.
Satu masalah besar lagi adalah pembedaan panjang pendek. Wah, ini panjang lagi ceritanya.
Alternatifnya mungkin menggunakan International Phonetic Alphabet tapi tidak mudah juga mempelajarinya. Solusi yang lebih bermanfaat dalam konteks tulisan Arab ya belajar Bahasa Arab. Sedih juga kalau orang Islam tidak bisa Bahasa Arab. Teman-teman di sini banyak bingung dan bertanya "Kamu baca al-Qur'an kan?" (dengan asumsi baca pasti mengerti). Mereka baru mengerti ketika saya jelaskan bahwa di Indonesia banyak yang bisa baca al-Qur'an bahkan dengan sangat indah namun tidak paham yang dibacanya (alias kudu baca terjemahan).
رَبِّ زِدْنِي عِلْمًا
Sunday, December 24, 2006
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment